Daily Archives: November 5, 2010

Istana Fasilitasi Tim Peneliti LIPI dan EOS ke Mentawai untuk Pelajari Tsunami

Kamis, 04/11/2010 15:10 WIB
Istana Fasilitasi Tim Peneliti LIPI dan EOS ke Mentawai untuk Pelajari Tsunami
Djoko Tjiptono – detikNews

<p>Your browser does not support iframes.</p>

Jakarta – Istana memfasilitasi tim survei tsunami Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan  Earth Observatory of Singapore  (EOS)  untuk meneliti tsunami di Kabupaten Mentawai, Sumatera Barat. Hasil kajian tim ini diharapkan membantu para ahli lebih mengerti tentang apa yang terjadi di Mentawai.

Hal tersebut disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi Arief, kepada detikcom, Kamis (4/11/2010).

Andi menjelaskan, tim survei LIPI dan EOS akan melakukan kajian di Pulau Pagai Selatan, Utara, dan Pulau Sipora.  Sasaran utama survei adalah melakukan pengukuran secara ilmiah dan sistematik tinggi gelombang di pantai, jauhnya limpasan tsunami serta tinggi hempasan gelombang  ‘run-up’-nya di berbagai lokasi, khususnya yang banyak jatuh korban. Tim survei ini juga mengumpulkan data peristiwa bencana tsunami dari para saksi mata di lapangan.

“Data akurat dari tinggi gelombang, jauhnya limpasan, dan run-up  adalah data primer yang sangat esensial untuk validasi dari pengembangan model simulasi tsunami,” ujar Andi.

Rencananya tim akan berangkat Jumat (5/11) dari Bengkulu memakai KM Andalas. Kapal kargo-penumpang dengan panjang 27 meter ini biasa dipakai LIPI untuk penelitian gempa dan tsunami di Mentawai selama  bertahun-tahun.

“Dari model yang valid ini nantinya kita dapat lebih mengerti kenapa kejadian tsunami 25 Oktober ini memakan demikian banyak korban.  Selain itu model ini juga akan membantu para ahli untuk mengetahui di mana sumber patahan gempa yang membangkitkan tsunami tersebut,” tutur Andi.

Para ahli diharapkan mengaplikasikan pengetahuan  tentang sumber gempa 25 Oktober 2010 ini dan karakteristik tsunami yang dibangkitkannya. Salah satunya untuk memprediksi lebih akurat lagi tentang potensi dampak bencana dari gempa besar yang menurut prediksi ilmiah masih akan terjadi lagi di kemudian hari dengan kekuatan dapat mencapai 8,8 SR.

Masih menurut Andi, tim akan melakukan survei lapangan selama 10 hingga 14 hari untuk kemudian akan kembali via Padang. Tim ini juga membawa berbagai suplai bantuan berupa makanan, minuman, pakaian  dan kebutuhan lain guna didistribusikan kepada para korban di lokasi-lokasi yang akan didatangi.

“Bantuan-bantuan itu dikumpulkan dari sumbangan pribadi para staf LIPI, EOS, dan berbagai pihak lainnya,” ungkap Andi.

Tim survei tersebut beranggotakan sejumlah peneliti, antara lain Dr Danny Hilman (LIPI), Prof. Kerry Siech (Singapura), Ir. Bambang Widyoko, M.SC. (LIPI), DR. Jose Borrero (Amerika),  Dr. Herman Fritz (Amerika), DR. Li Lin-Lin (Singapura).

Mr. Qiu Qiang (NTU Singapura), Mr. Tius (kandidat Doktor Great-CrATER ITB), Dr. Eko Yulianto (LIPI), Prof. Dr. Kenzi Shitake (Jepang), Dr. Nishimura (Jepang), dan Purna (kandidat Doktor-Jepang).

(djo/nrl)


Three New Zealand still missing in Mentawai

The Jakarta Post, Jakarta | Wed, 11/03/2010 11:33 AM | Archipelago

A | A | A |

 

Three unidentified New Zealand nationals are still missing after their boat possibly crashed by a tsunami wave, which occurred last Monday off Mentawai Islands in West Sumatra.

Ministry of Foreign Affairs of New Zealand has said that families of the missing persons haven’t received any news from them so far after the disaster.

Embassy of New Zealand in Jakarta has requested a help from the Padang’s Search and Rescue Team to conduct a search of the missing persons, Kompas.com reported.


Volunteers leave Mentawai due to storms, lack of skills

Volunteers leave Mentawai due to storms, lack of skills

Syofiardi Bachyul Jb, The Jakarta Post, Padang | Thu, 11/04/2010 9:38 AM | Headlines

A | A | A |

 

Sneaking in: A motorcyclist tries to pull his vehicle under a tree trunk, which fell down on a road in Sikakap, Mentawai, West Sumatra, on Wednesday. Almost 80 percent of roads were damaged in the Oct. 25 deadly tsunami. This has become a major problem for distributing relief aid to survivors of the tsunami tragedy.JP/R. Berto WedhatamaSneaking in: A motorcyclist tries to pull his vehicle under a tree trunk, which fell down on a road in Sikakap, Mentawai, West Sumatra, on Wednesday. Almost 80 percent of roads were damaged in the Oct. 25 deadly tsunami. This has become a major problem for distributing relief aid to survivors of the tsunami tragedy.JP/R. Berto Wedhatama

Dozens of volunteers left the Mentawai Islands, West Sumatra, on Wednesday — more than a week after a tsunami killed 428 people.

Severe weather has slowed aid distribution to the worst-hit islands, leading to a backlog of relief supplies at the main disaster management post in Sikakap district.

It also left volunteers without much to do.

One person fell into the water and was rushed to hospital as more than 200 volunteers scrambled to board the Indonesian Navy ship Teluk Cirebon, which was to set sail from Mentawai for the provincial capital, Padang, as reported by Antara news agency.

Former vice president and Indonesian Red Cross (PMI) chairman Jusuf Kalla said it would be better
to send trained volunteers to disaster zones.

“There are plenty of volunteers now. It’s fine to send volunteers — but they should have skills and courage,” Kalla said in Surabaya, East Java, on Wednesday as quoted by Antara.

Kalla said volunteers should not burden the government or residents affected by the disasters.

“If the volunteers are afraid of big waves in Mentawai, don’t go there. The waves are huge, not to mention that there is frequent rain and storms,” he said after installing new PMI executives in East Java.

Kalla said unskilled volunteers should not be sent to disaster sites, such as flood-stricken Wasior, West Papua; the tsunami-stricken Mentawai Islands or Yogyakarta, which has been suffering during the eruption of Mount Merapi.

“If they can, send volunteers who have the skills to build houses or evacuate victims,” Kalla said.

The PMI has sent volunteers to the three disaster sites, including teams sent to Central Java to aid thousands of residents displaced by Merapi’s eruption, he said. “We have to meet their needs for food and medicine,” he added.

At the Sikakap community health center is plagued by a lack of medical equipment.

Mulhendra, a physician from the West Sumatra Health Office, said many tsunami victims were suffering from pneumonia after they were swept away by tsunami.

If not properly treated, the patients might die, Mulhendra said, adding that the afflicted should be taken to hospitals in Padang for treatment — a luxury given limited medevac capabilities.

Doctors could not do much for the sick in Sikakap, even a week after the tsunami, due to limited medical facilities, Mulhendra said.

“We’re stressed not because of there is so much work but because we can’t do much in the face of limited facilities. Even if we could perform surgery, it would be for small procedures only,” Mulhendra said, as reported by kompas.com.

The tsunami that struck Mentawai Islands on the evening of Oct. 25 killed 428 people, according to
officials, including a 10-year-old boy, whose body was found in Malakopak village on South Pagai Island on Tuesday. Thousands were forced to evacuate after their homes were destroyed.

The sense of emergency following the disaster was apparently not shared by West Sumatra Governor Irwan Prayitno, who recently left on an official trip to Germany.

An official said tsunami victims needed temporary housing in addition to medical assistance.

West Sumatra PMI spokesperson Eko Suhadi said makeshift tents were not enough to protect evacuees from bad weather.

“The refugee situation is very bad. Many refugees, mostly children, have been traumatized while their health has worsened,” he said.

“Many are suffering from diarrhea due to a lack of clean water and poor sanitation around the makeshift tents,” Eko told The Jakarta Post.


Australia Bantu Bencana 2,5 Juta Dolar

Australia Bantu Bencana 2,5 Juta Dolar
Kamis, 4 November 2010 | 15:17 WIB

Reuters

Residents walk through an area devastated by the earthquake and tsunami in the Malakopa village, Mentawai Islands, West Sumatra Province November 1, 2010. Officials said the death toll from a tsunami that hit the remote western Mentawai islands on Monday is now at least 400.

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah Australia merencanakan membantu pemerintah Indonesia dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di Wasior, Merapi dan Mentawai dalam bentuk anggaran sekitar 2,5 juta dolar Australia.

“Berdasarkan laporan yang saya terima, Pemerintah Australia akan memberikan bantuan anggaran sekitar 2,5 juta dolar Australia kepada Indonesia dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi atau masa pembangunan kembali,” kata Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono di Jakarta, Kamis (4/11/2010).

Agung menambahkan, mengenai jumlah bantuan sebesar 2,5 juta dolar Australia dirinya hanya mendengar laporan, namun belum mendengar langsung dari perwakilan pemerintah Australia di Indonesia.

Karena itu, pihaknya masih akan melakukan koordinasi secara langsung untuk mengkonfirmasi mengenai rencana Pemerintah Australia tersebut, termasuk mengenai nilai pastinya.

“Saya akan melakukan koordinasi lebih lanjut untuk mengkonfirmasi terkait bantuan itu,” ujarnya menegaskan.

Dia menambahkan, dari laporan yang didapat, bantuan tersebut diperuntukkan bagi masa pembangunan kembali beberapa lokasi bencana di Indonesia yakni Wasior di Papua barat, Merapi di dua provinis, Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta Mentawai di Sumatera Barat.

Sedangkan proses tahap tanggap darurat, tetap akan dipenuhi oleh Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah setempat.

“Bantuan asing diperuntukkan untuk masa pembangunan kembali, sementara masa tanggap darurat ditangani oleh Pemerintah Indonesia,” katanya menjelaskan.

Agung juga menambahkan, selain Australia, ada beberapa negara asing lainnya yang menawarkan bantuan serupa.

“Sudah ada beberapa negara sahabat yang juga menawarkan bantuan untuk masa pembangunan kembali kepada pemerintah Indonesia,” paparnya.

Akan tetapi pada saat ini Menko Kesra belum bisa memastikan dan menyebutkan negara-negara mana saja yang dimaksud.

“Saya akan melakukan konfirmasi dulu mengenai data pastinya, baru bisa diumumkan,” katanya.

 

Sumber : ANT

Tsunami Mentawai. Husni “Aneh, Mentawai seperti Terabaikan”

Tsunami Mentawai
Husni: Aneh, Mentawai seperti Terabaikan
Kamis, 4 November 2010 | 17:31 WIB

 

PADANG, KOMPAS.com — Pemerintah dan lembaga terkait diminta untuk juga memerhatikan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, terkait gempa dan tsunami karena selama ini fokus pemerintah dan lembaga terkait hanya Kota Padang. Padahal, pusat gempa dan tsunami ada di Mentawai.

Ini kan aneh. Pusatnya di Mentawai, kok selama ini Kabupaten Kepulauan Mentawai seperti terabaikan.
— Husni Kamil Manik

“Ini kan aneh. Pusatnya di Mentawai, kok selama ini Kabupaten Kepulauan Mentawai seperti terabaikan. Akibatnya, hingga saat ini di Mentawai tak ada peta zonasi daerah rawan, jalur-jalur evakuasi, dan sosialisasi kepada warga Mentawai untuk mitigasi gempa dan tsunami,” kata Husni Kamil Manik, Sekretaris Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Sumatera Barat (Sumbar), Kamis (4/11/2010).

Oleh karena itu, Husni meminta fokus pemerintah dalam penanganan korban gempa dan tsunami di Mentawai harusnya bukan soal relokasi, melainkan bagaimana menyiapkan zonasi jalur-jalur evakuasi ke perbukitan dan posko pelayanan kesehatan.

“Ini harus dipercepat pemerintah karena jauh lebih riil ketimbang relokasi karena relokasi itu harus memerhatikan sosial budaya masyarakat, mata pencaharian masyarakat, pendidikan, dan kepercayaannya,” ucap Husni.

Kalau dilihat pada peta Sumbar, katanya, maka yang paling terancam akibat gempa dan tsunami yang diperkirakan 8,9 SR itu adalah Muko-muko (Bengkulu) dan Pesisir Selatan jika pusatnya di Pulau Pagai. Namun, jika pusatnya dekat Pulau Siberut, maka yang paling berpotensi adalah Padang Pariaman, Pariaman, dan Padang.

“Coba lihat lagi dampak gempa 30 September 2009. Yang paling parah itu sebenarnya Kabupaten Padang Pariaman, Kota Pariaman, dan Kabupaten Agam karena tekstur tanahnya labil. Hanya, di sana jumlah gedung tingginya terbatas, beda dengan Kota Padang. Jadi, jangan hanya fokus dengan Kota Padang jika ingin mengantisipasi dampak gempa 8,9 SR dan tsunami yang katanya bakal terjadi itu,” pesan Husni. (Tribunnews/Harismanto)

tribunnews.com

Sumber :
Editor: I Made Asdhian